Saturday, July 23, 2016

Bag.2. B.J. Habibie, Ahli Pesawat Terbang Lulusan Aachen Jerman

BJ. Habibie Bersekolah di Bandung

B.J. Habibie menikah dengan ibu Ainun dan memiliki 2 orang putra dan 6 cucu.
Keluarga B.J. Habibie
Ibu R.A. Tuti Marini Puspowardojo sangat terpukul atas wafat suami tercintanya Alwi Abdul Jalil, namun ia berusaha bangkit dan berniat menjalankan sumpah terhadap suaminya untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya sampai sukses, saat itu BJ. Habibie masih kelas 1 HBS (setingkat SMP), ibunya menyuruh BJ. Habibie ke Jawa untuk bersekolah disana. Untuk pertama kalinya BJ. Habibie terpisah dengan orang tua dan saudara-saudara tercintanya, ia pergi ke Jakarta menggunakan kapal laut, di Jakarta ia tinggal numpang dirumah familynya di daerah Paseban dan melanjutkan sekolah di sana, namun karena tidak betah ia pindah ke Bandung dan tinggal sementara dirumah sahabat ayahnya yaitu Pa. Sujud yang berprofesi sebagai Inspektur pertanian di Jawa Barat. Tidak lama tinggal disana BJ. Habibie memilih untuk mengontrak dan tinggal di kostan.

Di Bandung ia melanjutkan sekolah di Gouvernments  Middlebare School (sekarang berubah menjadi SMP 5 Bandung) yang terletak di jl. Jawa. Kemudian BJ. Habibie melanjutkan pendidikan di Sekolah Lycium Bandung (sekarang menjadi SMAK Dago).Selama bersekolah BJ. Habibie sangat berprestasi, beliau sangat senang dengan pelajaran terutama pelajaran eksakta seperti: matematika, Mekanika dll. dan selalu mendapatkan nilai sempurna.

Setelah menyelesaikan sekolah di SMAK Dago, pada tahun 1954, BJ. Habibie melanjutkan sekolah ke Universitas Indonesia Bandung (sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung / ITB) di Jl. Ganesa Bandung. Selama menjadi mahasiswa di ITB, BJ. Habibie sangat tertarik dengan ilmu pesawat terbang, ia mendalami ilmu aeromodeling dan mencoba membuat model pesawat buatannya yang berhasil terbang walaupun belum sempurna. BJ. Habibie menjadi mahasiswa yang tekun belajar dan memiliki banyak sahabat di Bandung.

Cerita lain di Makasar, Ibunda BJ. Habibie selalu merindukan dan mengkhawatirkan anaknya tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke Bandung menyusul BJ. Habibie. Ia lalu membeli 2 unit rumah dan 1 buah mobil dari uang hasil penjualan rumah dan kendaraannya di Ujung Pandang. 1 rumah di pakai untuk tempat tinggal dan 1 rumah lagi dipakai untuk usaha kost-kostan. Banyak mahasiswa ITB yang menghuni Kostannya tersebut.

Kuliah di Jerman

Ibunya selalu teringat sumpahnya kepada ayah BJ. Habibie untuk meneruskan pendidikan anak-anaknya, sehingga ia memutuskan untuk menyekolahkan BJ. Habibie ke luar Negri. Saat itu sudah ada program beasiswa dari pemerintah dengan ikatan dinas, namun karena Habibie belum memenuhi syarat, akhirnya ibunya memilih untuk memakai biaya sendiri dengan membeli devisa pemerintah, pengurusan devisa pemerintah saat itu sangat sulit tidak seperti sekarang, makanya mendapat devisa ijin belajar keluar negeri saat itu sudah dianggap beasiswa. Perbedaan dari jenis beasiswa ini adalah dari warna paspor yaitu berwrana hijau untuk paspor swasta dan warna biru paspor beasiswa pendidikan dari pemerintah.

Keinginan Ibunya akhirnya terwujud setelah semua dokumen imigrasi lengkap, BJ. Habibie pun berangkat ke Jerman Barat dan menjadi mahasiswa Technische Hochschule Aachen dan mengambil jurusan pesawat terbang. BJ. Habibie merupakan satu-satunya mahasiswa dengan paspor hijau (passport swasta), sedangkan seluruh mahasiswa Indonesia yang lainnya adalah beasiswa dengan biaya dari pemerintah dengan paspor biru.

Namun dibalik kegembiraan karena putranya bisa kuliah ke Jerman, ia juga mengkhawatirkan biaya hidup anaknya di jerman, akhirnya Ibunda BJ. Habibie bertekad membuka usaha dengan membuka perusahaan ekport-import. Ia bekerja keras membangun usahanya tersebut yang akhirnya usahanya mengalami kemajuan, dan berhasil membeli beberapa unit rumah di Bandung.

Selama kuliah di Jerman, disela perkuliahannya Habibie harus bekerja mencari uang untuk menopang biaya hidupnya dan membeli buku-buku, Ia hidup prihatin berbeda dengan teman-temanya yang enak mendapatkan dana dari pemerintah, mereka tidak pusing memikirkan biaya hidup dan tidak kekurangan, mereka juga mendapat dana untuk membeli perlengkapan perkuliahan, bahkan mereka bisa membeli mobil dan selalu makan enak.  Namun kondisi seperti ini yang membuat BJ. Habibie menjadi lebih dewasa, ia termotivasi untuk tekun belajar supaya cepat lulus, ia teringat perjuangan ibunya untuk membiayai sekolahnya ke Jerman, ia termotivasi untuk membahagiakan ibunya dengan keberhasilannya dikemudian hari.

Selama masa kuliahnya BJ. Habibie banyak melakukan praktek dan penelitian, hasil penelitiannya ia dokumentasikan dalam makalah-makalah yang hampir setiap bulan ia keluarkan. Makalah-makalah tersebut membahas banyak teori pesawat  antara lain : Thermodynamics, Instationair Aerodynamics, Fracture Mecanics dan Construction. Dan rumusan-rumusan hasil penelitian BJ.Habibie ternyata terselip pada Buku AGARD (Advisory Group For Aerospace Research and Development) yaitu sebuah  buku pegangan yang berisi prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk mendesign pesawat terbang yang menjadi standar NATO (Nort Atlantic Treaty Organization), yaitu sebuah organisasi pertahanan atlantik utara.

Seminar Pembangunan dan Sakitnya BJ. Habibie

Ada cerita sedih saat BJ. Habibie di Jerman, beliau jatuh sakit karena serangan virus yang sudah menyerah jantungnya, itu terjadi saat BJ. Habibie sedang sibuk mempersiapkan acara seminar pembangun, karena saat itu BJ.Habibie menjabat sebagai ketua Perhimpunan Pelajar Indoneisa  (PPI) di Jerman, dan BJ. Habibie adalah pencetus ide seminar pembangunan tersebut. Namun walaupun sang ketua sakit, seminar tersebut tetap dilaksankan walaupun tanpa kehadiran BJ. Habibie. Seminar Pembangunan dilaksanakan di Humberg –Burstbutell selama 5 hari dari tanggal 20-25 Juli 1959, dan dihadiri seluruh mahasiswa dan pelajar se-Eropa. 

Sakitnya BJ. Habibie semakin kritis, hingga suatu saat teman-temannya mendapat telegram dari dokter rumah sakit tempat BJ. Habibie dirawat yang memberitahukan kondisi BJ. Habibie semakin kritis, akhirnya 3 orang perwakilan temannya saat itu juga berangkat ke rumah sakit. Setibanya dirumah sakit BJ. Habibie di bawa ke kamar mayat dengan di damping seorang rohaniawan sambil membacakan do’a sebagaimana terhadap orang yang mau meninggal. Namun takdir berkata lain, BJ. Habibie terbangun dari ketidaksadaranya, hal ini membuat rohaniawan merasa heran dan bersyukur, sampai keesokan harinya dokter memberitahukan kondisi BJ. Habibie mulai berangsur membaik. BJ. Habibie yakin kejadian itu adalah kehendak tuhan berkat doa orangtuanya dan keyakinan dia untuk sembuh dan melanjutkan perjuangannya.

Berita sakitnya BJ. Habibie juga sampai kepada keluarganya di Bandung, sehingga ibunda BJ. Habibie sempat menjenguknya ke Jerman, sempat kesal karena kabar sakit anaknya itu ia terima setelah BJ. Habibie melewati masa kritis.

BJ. Habibie berhasil menyelesaikan kuliahnya dan medapat gelar Doctor Engginering pada tahun 1965 dengan peringkat Summa Cum Laude.

Menikah dengan Ibu Ainun

Ibu Ainun atau nama lengkapnya Hasri Ainun Besari, lahir di Semarang pada tanggal 11 Agustus 1937. Ia adalah putri dari Raden Mohammad Basari dan Ibu Sadarmi, Ibu Ainun dibesarkan pada sebuah keluarga berpendidikan dan merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara.

Jenjang pendidikan Ibu ainun bersekolah di Bandung, setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya kemudian ia melanjutkan sekolahnya ke SMP yang berlokasi tidak jauh dari SMPN 5 tempat Habibie bersekolah. Setelah lulus dari SMP Ibu Ainum melanjutkan pendidikan sekolahnya ke SMAK Dago, ia menjadi adik kelas BJ. Habibie saat itu. Artinya BJ. Habibie sering bertemu ibu Ainun karena satu sekolah.

Cerita lain tentang Habibie dan Ainun, rumah mereka saat tinggal di Bandung juga berdekatan, bahkan kaka Ainun adalah teman bermain BJ. Habibie, jadi sebenarnya mereka sudah saling mengenal sejak masih remaja. Bahkan mereka sering diperolok dan di jodoh-jodohkan oleh teman-teman dan gurunya, alasannya karena Ainun dan BJ. Habibie sama-sama memiliki tubuh yang mungil, keduanya hobi berenang dan sama-sama anak ke 4 dari 8 bersaudara. Sebenarnya BJ. Habibie juga menaruh perhatian pada Ainun saat itu, Banyak remaja-remaja pria yang naksir ibu Aiunun dan BJ. Habibie salah satunya. 

Namun setelah lulus SMAK 5, mereka berpisah karena ibu Ainun harus ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta dan berhasil lulus dan meraih gelar Dokter pada tahun 1961.Setelah lulus sebagai Dokter, ibu Ainun mulai melamar pekerjaan di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo dan diterima sebagai dokter anak.

Sedangkan BJ. Habibi setelah tujuh tahun berpisah dengan Ainun karena harus melanjutkan kuliahnya di Jerman, dan mereka tidak ada komunikasi diantara keduanya. BJ. Habibie mendapat kesempatan cuti dan pulang ke Indonesia, ia manfaatkan waktu itu untuk menjiarahi makam ayahnya di Ujung Pandang, kemudian ia pergi ke Bandung, karena kebetulan saat itu menjelang hari raya, BJ. Habibie menyempatkan bersilaturhim ke tetangga lamanya di Bandung yaitu keluarga ibu Ainun.  Kebetulan ibu Ainun juga sedang ada dirumah karena sedang cuti hari raya, dari pertemuan itulah cinta mereka bersemi kembali, Habibie suka memuji-muji ibu Ainun.

Setelah masa cuti ibu Ainun habis, BJ. Habibie mengantarkan ibu Ainun ke Jakarta, ia tinggal di rumah kaka tertuanya yang kebetulan bertetanggaan dengan kakanya ibu Ainun, hal ini yang membuat cinta mereka semakin berkembang, BJ. Habibie setiap hari mengantar jemput ibu Ainun ke rumah sakit tempat kerjanya. Hingga akhirnya mereka merasa yakin terhadap jodohnya dan mereka resmi menikah pada tanggal 12 Mei 1962, saat itu juga ibu Ainun berhenti bekerja dari RS.

Setelah resmi menikah BJ. Habibie mengajak ibu Ainun berbulan madu ke Yogyakarta, lalu ke Bali dan terakhir ke Ujung Pandang. Kemudian BJ. Habibie memboyong ibu Ainun ke Jerman untuk menyelesaikan kuliahnya disana, sebagai mahasiswa yang hanya di biayai dari ibunya, mereka hidup sederhana dan penuh keprihatinan, dari pernikahannya mereka di karunia 2 orang putra, keduanya dilahirkan di Jerman yaitu: Ilham Akbar dan Thareq Kemal dan dari kedua putranya itu dikarunia juga 6 orang cucu.

Itulah ibu Ainun istri yang solehah dan setia mendampingi suaminya dalam suka dan duka, beliaulah perempuan kedua setelah ibunya yang membuat BJ. Habibie menjadi orang hebat seperti sekarang ini. Namun Tuhan lebih menyayangi ibu Ainun, setelah 45 tahun mendampingi BJ. Habibie, beliau wafat pada tanggal 22 Mei 2010 saat usinya 72 tahun karena sakit, selama sakitnya beliau pernah 9 kali di operasi. Semoga Tuhan menerima amal ibadahnya dan digolongkan menjadi ahli surga. Amin...

Referensi:
  1. A. Makmur Maka https://books.google.co.id/books?id=FpvvYN1LjVMC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
    https://id.wikipedia.org/wiki/Bacharuddin_Jusuf_Habibie
  2. By Office of the Vice President The Republic of Indonesia, https://commons.wikimedia.org/wiki/File%3AHabibie_family_portrait.jpg

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment